“Nenek, aku berangkat dulu ya nek. Assalamualaikum”
ucap Khairul sambil mencium punggung tangan neneknya.
“Waalaikum assalam. Hati hati ya, cu” balas Nenek
Aisyah sambil mengelus pelan kepala cucunya tersebut.
Pagi itu Khairul berangkat lebih subuh dari biasanya.
Sehabis melaksanakan sholat Subuh di surau dekat rumahnya dan mengganti baju
‘kerja’nya, Khairul langsung berangkat ke tempat kendang kambing-kambing milik
juragan di desanya. “Khairul, besok saya minta tolong datang pagi ya. Sedang
ada pesanan banyak dari kota” begitu permintaan juragan tersebut.
Tentu saja aku akan membantu, pasti
bayarannya besar. Pikir Khairul. Maklum saja, ia merupakan
orang yang sangat-sangat serba kesederhanaan. Dia dan Neneknya tinggal di rumah
gubuk tua. Ayah dan Ibu Khairul sudah meninggal dalam kecelakaan kapal saat
melakukan perjalanan untuk merautau ke pulau seberang waktu Khairul berusia
lima tahun. Sejak saat itu hingga Khairul menjadi remaja berusia 16 tahun, dia
tinggal bersama neneknya di desa.
“Assalamualaikum om Dani” salam Khairul begitu dia bertemu
dengan Juragan Dani yang sedang membuka kandang kambing-kambingnya.
“Walaikum assalam Khairul” balas Juragan Dani yang
terlihat masih memakai seragam sholatnya yang berupa baju koko dengan sarung
dan peci hitam.
“Jadi bagaimana om soal kambing-kambing yang mau
dibeli orang kota nanti?” tanya Khairul sambil menyalim sang juragan.
“Oh ya, kambing-kambing yang akan dijual sudah
dipisahkan di sebelah sana,” sambil menunjuk ujung kandang yang mana terdapat
kira-kira tiga kambing, “nah nanti kamu bantu angkat ke mobil ya,” ucap Juragan
Dani.
Khairul dan om Dani, sebutan akrab Juragan Dani oleh
Khairul, sudah mengenal sejak lama. Kedua orang tua Dani yang meninggal karena
kecelakaan kapal tersebut, berangkat ke merantau ke pulau seberang karena saran
dari pak Dani. Mendengar kecelakaan kapal itu, pak Dani pun sujud sembah meminta
maaf kepada nenek Khairul, sebab beliau mengetauhui niatan merantau dari ayah
dan ibu Khairul serta telah mengizinkannya.
Pak Dani awalnya ingin mengangkat Khairul sebagai anak
yang ditolak oleh sang nenek. Dikarenakan pak Dani bersikeras untuk mengangkat
Khairul sebagai anaknya, sang nenek yang memang terkenal akan kebaikan hatinya pun
luluh dan hanya meminta Khairul untuk diperbantukan untuk mengurus kambing-kambing
pak Dani. Hal tersebut pun diterima dengan senang hati oleh pak Dani, walau
pada prakteknya, pak Dani memperlakukan Khairul seperti anak sendiri dan selalu
memberikan hadiah setiap hari, baik itu berupa bahan pangan maupun benda lainnya.
“Kira-kira sekitaran jam 7-8. Mereka inginnya pagi-pagi
sudah mereka bawa,” jawab pak Dani, “Kamu tolong bersihkan kambing-kambing yang
mau dijual sekalian bersihkan kandangnya. Biar om saja yang bawa
kambing-kambing ini ke padang rumput bukit. Nanti kalau yang mau sudah datang
panggilkan Bima, suruh dia ke sana,” tambah pak Dani yang mulai mengeluarkan
kambing-kambing miliknya untuk digembalakan di tempat tersebut.
“Siap laksanakan” ucap Khairul sambil berlari menuju
kambing yang akan dijual tersebut.
Pak Dani pun tersenyum dan segera membawa
kambing-kambing peliharaannya ke padang rumput bukit desa. Padang rumput
tersebut merupakan milik pak Dani yang ia beli dari hasil usahanya. Walaupun
padang rumput itu milik beliau, pak Dani mempersilahkan warga desa dan warga
desa tetangga untuk memanfaatkannya sebagai tempat mengembala kambing.
Awalnya padang rumput itu dibeli oleh seorang
pengusaha kota yang ingin mendirikan vila-vila bagi orang-orang kaya di kota
yang ingin berlibur maupun merasakan suasana asri desa. Mendengar hal tersebut,
warga desa sangat menentangnya, karena memang sejak dahulu tempat tersebut
digunakan warga desa untuk mengembalakan hewan ternak. Mendengar hal tersebut,
pak Dani menawarkan untuk membeli Kembali dengan harga dua kali lipat dari uang
yang orang kota tersebut keluarkan. Sejak saat itu, pak Dani menjadi orang yang
sangat dihormati di masyarakat desa maupun masyarakat desa tetangga.
Sementara pak Dani sedang mengembala, Khairul secara
cepat mengerjakan tugas yang diberikan beliau. Membersihkan kambing-kambing
yang mau dijual dan membersihkan kandang dari kotoran hewan yang sangat banyak.
Semua yang ia lakukan untuk mendapat upah yang demi membelikan bahan-bahan
makanan untuk di rumah. Mungkin kali ini akan kubelikan hadian untuk nenek,
pikirnya.
Sehabis tugas membersihkan, Khairul pun juga melakukan
tugas-tugas lainnya dengan sangat baik, mulai dari membantu mengangkat tiga
kambing tersebut ke mobil pembeli hingga mengembala pada sisa hari. Pak Dani
pun sangat senang karena pekerjaan hari itu sempurna sehingga pak Dani
memberikan melebihkan uang yang Khairul terima, selain memberikan hadiah tentu
saja. “Selama seminggu ini bakal sibuk seperti tadi. Maklum mau Idul Adha,
hahaha. Om minta tolong kamu lagi ya, Khairul,” begitu perkataan pak Dani saat
memberikan upah Khairul dan laki-laki remaja itu pun mengiyakannya.
Begitulah aktivitas Khairul selama seminggu saat
menjelang Idul Adha. Bangun tidur, lalu sholat subuh di surau, membantu
membersihkan kambing-kambing yang akan dijual, hingga mengembala pada sisa
hari. Semua dilakukan Khairul dengan senang hati sampai pak Dani pun sangat
senang. Upah yang Khairul terima pun selalu lebih banyak setiap harinya sampai
hari terakhir, dua hari menjelang Idul Adha, hari terakhir pada hari-hari
sibuk, Khairul mendapat upah tiga kali lipat dari biasanya.
“Ini upah mu, makasihnya sudah membantu om.”
“Wah, terima kasih om. Tidak apa-apa nih Khairul
terima banyak begini?” tanya ragu Khairul.
“Tidak apa-apa. Kamu pantas kok menerimanya. Lagi pula
kambing-kambing siap potongnya udah ludes hahahaha” tawa pak Dani sambil
menepuk-nepuk pundak Khairul.
“Terima kasih banyak om,” senang Khairul. “Begini om.
Khairul ingin sekali memberi hadiah ke nenek,” ucap Khairul lalu terdiam
sejenak, “lalu Khairul berpikir, apa hadiahnya hewan kurban saja ya,” lanjut
Khairul, “dan Khairul lihat ada tiga kambing lagi di kandang. Bolehkah Khairul
membelinya?” tanya Khairul dengan suara yang pelan.
“Hahahaha, tidak usah malu begitu. Sebenarnya om ingin
memberimu satu, tapi om sedikit lupa memberikannya,” tawa pak Dani, “biar om
ambilkan” lanjut pak Dani sambil masuk ke dalam kandang
“Tidak usah om. Khairul jadi ngerepotin om,” ragu
Khairul
“Tidak masalah. Ini om berikan, uang mu simpan saja
untuk membeli hadiah lagi ya” kata pak Dani sambil memberikan kambing yang
sudah terikat tali sambil menepuk pundak Khairul
“Terima kasih banyak om” ucap Khairul sambil menerima
tali pengikat kambingnya serta menyalim tangan pak Dani, “kalau begitu Khairul
pulang dulu ya om. Assalamualaikum,”
“Sama-sama, waalaikum assalam. Hati-hati ya,” kata pak
Dani sambil mengeraskan suaranya karena Khairul sudah agak jauh.
Khairul pun pulang ke rumah dengan senang hati sambil berdendang
dalam hati.
“Hmm hmmm hmmm. Hehehe aku ingin lihat reaksi nenek
waktu aku bawa kambingnya. Hari ini nenek pasti senang, hehehe” kata Khairul
dengan sangat gembira sambil memainkan talil kekang kambing, membayangkan Idul Adha bersama neneknya hari ini akan sangat menyenangkan. Karena saking senangnya,
Khairul pun secara tidak sengaja merenggangkan pegangannya yang membuat kambing
kurbannya kabur.
“Oh tidak. Tunggu” ucap Khairul sambil mengejar kambing
miliknya yang kabur.
Karena terlalu fokus untuk mengejar kambingnya, Khairul
pun secara tidak sengaja memasuki hutan. “Dapat!” seru Khairul saat dia
berhasil menankap hewan kurban pemberian pak Dani. “Wah, sepertinya aku masuk
ke hutan terlalu dalam,”
“Bagaimana? Barangnya bagus-bagus bukan?” secara samar
terdengar suara laki-laki.
“Yah, tergantung pelanggan. Kalau pelanggan suka, baru
sisanya kau terima” terdengar lagi suara yang samar, tapi bukan dari orang
pertama sebab aksen nya berbeda dari desa, begitu pikir Khairul. Karena penasaran,
Khairul pun mencoba mengintip sendikit dari balik semak-semak dan melihat dua
orang sedang berhadapan, yang satu memunggungi Khairul yang satunya menghadap
ke arah orang tersebut.
“Cih, kalian selalu saja begitu. Pasti nanti ada alasan
buat mengurangi bayarannya. Lama-lama ku laporkan ke polisi karena perdagangan
orang. Apalagi barangnya gadis-gadis desa, pasti hukumannya tinggi,” suara
pertama kembali terdengar. Walau agak samar karena sedang malam dan pembicara
tersebut memunggunginya, namun Khairul dapat melihat namun agak samar, pakaian orang
pertama yang sedang mengancam orang kedua.
“Heh, lebih baik kau beli kaca. Idul Adha bukannya
fokus jualan kambing malah jualan gadis,” sambil mendengarkan kata-kata orang
kedua tersebut, Khairul sangat mengingat pakaian yang dipakai orang, “jangan-jangan”
ucapnya dalam hati.
“Dengar, karena kapal yang dulu itu karam, aku jadi
kehilangan uang banyak tahu sampai hutang ku menumpuk! Jualan kambing saja
belum nutup bunganya. Apalagi juga harus hidup nanggung bocah pasangan
suami-istri itu. Padahal harga dua-duanya kecil,” kembali ucap orang pertama,
kali ini dia bersandar di pohon yang ada disampingnya, sehingga Khairul dapat sedikit
melihat wajahnya. “Tidak mungkin,”
“hahaha, salah kau sen…“ Khairul pun tidak lagi
mendengarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara pak Dani. Ya, pak Dani,
itulah orang yang sama yang telah membantu Khairul, dengan baik hati selalu
memberikan ‘hadiah’ untuk dia dan neneknya, serta orang yang sama yang menghadiahkan
kambing kurban.
Pikiran Khairul pun menjadi tidak karuan. Lalu ‘kretek’.
Suara dahan patah yang diikuti suara kambing mengembek. Sontak, pak Dani dan
lawan bicaranya tersentak serta langsung menoleh ke arah semak persembunyian Khairul.
Maklum saja, karena dua suara tersebut sangatlah terdengar dekat.
Pak Dani dan laki-laki satunya sama-sama bergerak
cepat ke arah semak-semak, dan bertatapan muka lah antara pak Dani, lawan
bicaranya yang berwatak keras serta garang, dan Khairul yang masih memegangi
kambingnya. Ketiga nya sama-sama membeku.
Khairul pun langsung berlari dengan cepat meninggalkan
kambingnya dan berlari mencari jalan keluar dari hutan. Lalu tiba-tiba, ‘jleb’
disertai suara Khairul yang terjatuh.
Sambil mengerang kesakitan dan berusaha memegangi
punggungnya yang terasa panas, Khairul merasakan ada benda yang tertancap di
punggungnya.
“Wah Khairul, kenapa malam-malam ke hutan? Disini
angker loh,” terdengar suara dan nafas pak Dani yang berada di dekat telinga
kanannya.
“Dulu ada seorang anak yang tersesat di hutan hingga dia
tidak ditemukan lagi keberadaannya,” cerita pak Dani sambil menarik pisau yang
ada di punggung remaja tersebut.
Khairul berusaha berteriak, namun tangan kanan pak Dani
sudah menutup mulutnya.
“Kau tahu, sangat sulit mencari alasan ke nenekmu soal
ayah dan ibumu. Apalagi nenekmu terkenal sangat baik kepada warga desa, dan
orang baik harus selalu jadi orang baik dan semua orang harus baik kepada orang
baik, walaupun harga kedua orang tuamu tidak seberapa,” Khairul samar-samar
mendengar alasan tersebut, energinya habis untuk bernafas sampai terengah-engah.
“Ah sudahlah. Lain kali jangan sembarangan masuk ke
hutan ya, Khairul.” ucap pak Dani dengan suara yang lembut, sambil menusukkan
pisaunya lagi ke tubuh Khairul.
“Sayang sekali ya Khairul, kau tidak bisa Idul Adha bersama nenek mu,” kata pak Dani yang sudah tidak didengarkan oleh Khairul yang sudah tidak
bernafas. “Ah, alasannya apa lagi ya kali ini.” tutup pak Dani.
No comments:
Post a Comment