Tuesday, July 28, 2020

Weekly Cerpen: Idul Adha Bersama Nenek


“Nenek, aku berangkat dulu ya nek. Assalamualaikum” ucap Khairul sambil mencium punggung tangan neneknya.

“Waalaikum assalam. Hati hati ya, cu” balas Nenek Aisyah sambil mengelus pelan kepala cucunya tersebut. 

Pagi itu Khairul berangkat lebih subuh dari biasanya. Sehabis melaksanakan sholat Subuh di surau dekat rumahnya dan mengganti baju ‘kerja’nya, Khairul langsung berangkat ke tempat kendang kambing-kambing milik juragan di desanya. “Khairul, besok saya minta tolong datang pagi ya. Sedang ada pesanan banyak dari kota” begitu permintaan juragan tersebut.
 

Tentu saja aku akan membantu, pasti bayarannya besar. Pikir Khairul. Maklum saja, ia merupakan orang yang sangat-sangat serba kesederhanaan. Dia dan Neneknya tinggal di rumah gubuk tua. Ayah dan Ibu Khairul sudah meninggal dalam kecelakaan kapal saat melakukan perjalanan untuk merautau ke pulau seberang waktu Khairul berusia lima tahun. Sejak saat itu hingga Khairul menjadi remaja berusia 16 tahun, dia tinggal bersama neneknya di desa.

“Assalamualaikum om Dani” salam Khairul begitu dia bertemu dengan Juragan Dani yang sedang membuka kandang kambing-kambingnya.

“Walaikum assalam Khairul” balas Juragan Dani yang terlihat masih memakai seragam sholatnya yang berupa baju koko dengan sarung dan peci hitam.

“Jadi bagaimana om soal kambing-kambing yang mau dibeli orang kota nanti?” tanya Khairul sambil menyalim sang juragan.

“Oh ya, kambing-kambing yang akan dijual sudah dipisahkan di sebelah sana,” sambil menunjuk ujung kandang yang mana terdapat kira-kira tiga kambing, “nah nanti kamu bantu angkat ke mobil ya,” ucap Juragan Dani.

Khairul dan om Dani, sebutan akrab Juragan Dani oleh Khairul, sudah mengenal sejak lama. Kedua orang tua Dani yang meninggal karena kecelakaan kapal tersebut, berangkat ke merantau ke pulau seberang karena saran dari pak Dani. Mendengar kecelakaan kapal itu, pak Dani pun sujud sembah meminta maaf kepada nenek Khairul, sebab beliau mengetauhui niatan merantau dari ayah dan ibu Khairul serta telah mengizinkannya.

Pak Dani awalnya ingin mengangkat Khairul sebagai anak yang ditolak oleh sang nenek. Dikarenakan pak Dani bersikeras untuk mengangkat Khairul sebagai anaknya, sang nenek yang memang terkenal akan kebaikan hatinya pun luluh dan hanya meminta Khairul untuk diperbantukan untuk mengurus kambing-kambing pak Dani. Hal tersebut pun diterima dengan senang hati oleh pak Dani, walau pada prakteknya, pak Dani memperlakukan Khairul seperti anak sendiri dan selalu memberikan hadiah setiap hari, baik itu berupa bahan pangan maupun benda lainnya.

“Kira-kira sekitaran jam 7-8. Mereka inginnya pagi-pagi sudah mereka bawa,” jawab pak Dani, “Kamu tolong bersihkan kambing-kambing yang mau dijual sekalian bersihkan kandangnya. Biar om saja yang bawa kambing-kambing ini ke padang rumput bukit. Nanti kalau yang mau sudah datang panggilkan Bima, suruh dia ke sana,” tambah pak Dani yang mulai mengeluarkan kambing-kambing miliknya untuk digembalakan di tempat tersebut.

“Siap laksanakan” ucap Khairul sambil berlari menuju kambing yang akan dijual tersebut.
Pak Dani pun tersenyum dan segera membawa kambing-kambing peliharaannya ke padang rumput bukit desa. Padang rumput tersebut merupakan milik pak Dani yang ia beli dari hasil usahanya. Walaupun padang rumput itu milik beliau, pak Dani mempersilahkan warga desa dan warga desa tetangga untuk memanfaatkannya sebagai tempat mengembala kambing.

Awalnya padang rumput itu dibeli oleh seorang pengusaha kota yang ingin mendirikan vila-vila bagi orang-orang kaya di kota yang ingin berlibur maupun merasakan suasana asri desa. Mendengar hal tersebut, warga desa sangat menentangnya, karena memang sejak dahulu tempat tersebut digunakan warga desa untuk mengembalakan hewan ternak. Mendengar hal tersebut, pak Dani menawarkan untuk membeli Kembali dengan harga dua kali lipat dari uang yang orang kota tersebut keluarkan. Sejak saat itu, pak Dani menjadi orang yang sangat dihormati di masyarakat desa maupun masyarakat desa tetangga.

Sementara pak Dani sedang mengembala, Khairul secara cepat mengerjakan tugas yang diberikan beliau. Membersihkan kambing-kambing yang mau dijual dan membersihkan kandang dari kotoran hewan yang sangat banyak. Semua yang ia lakukan untuk mendapat upah yang demi membelikan bahan-bahan makanan untuk di rumah. Mungkin kali ini akan kubelikan hadian untuk nenek, pikirnya.

Sehabis tugas membersihkan, Khairul pun juga melakukan tugas-tugas lainnya dengan sangat baik, mulai dari membantu mengangkat tiga kambing tersebut ke mobil pembeli hingga mengembala pada sisa hari. Pak Dani pun sangat senang karena pekerjaan hari itu sempurna sehingga pak Dani memberikan melebihkan uang yang Khairul terima, selain memberikan hadiah tentu saja. “Selama seminggu ini bakal sibuk seperti tadi. Maklum mau Idul Adha, hahaha. Om minta tolong kamu lagi ya, Khairul,” begitu perkataan pak Dani saat memberikan upah Khairul dan laki-laki remaja itu pun mengiyakannya.

Begitulah aktivitas Khairul selama seminggu saat menjelang Idul Adha. Bangun tidur, lalu sholat subuh di surau, membantu membersihkan kambing-kambing yang akan dijual, hingga mengembala pada sisa hari. Semua dilakukan Khairul dengan senang hati sampai pak Dani pun sangat senang. Upah yang Khairul terima pun selalu lebih banyak setiap harinya sampai hari terakhir, dua hari menjelang Idul Adha, hari terakhir pada hari-hari sibuk, Khairul mendapat upah tiga kali lipat dari biasanya. 

“Ini upah mu, makasihnya sudah membantu om.”

“Wah, terima kasih om. Tidak apa-apa nih Khairul terima banyak begini?” tanya ragu Khairul.
“Tidak apa-apa. Kamu pantas kok menerimanya. Lagi pula kambing-kambing siap potongnya udah ludes hahahaha” tawa pak Dani sambil menepuk-nepuk pundak Khairul.

“Terima kasih banyak om,” senang Khairul. “Begini om. Khairul ingin sekali memberi hadiah ke nenek,” ucap Khairul lalu terdiam sejenak, “lalu Khairul berpikir, apa hadiahnya hewan kurban saja ya,” lanjut Khairul, “dan Khairul lihat ada tiga kambing lagi di kandang. Bolehkah Khairul membelinya?” tanya Khairul dengan suara yang pelan.

“Hahahaha, tidak usah malu begitu. Sebenarnya om ingin memberimu satu, tapi om sedikit lupa memberikannya,” tawa pak Dani, “biar om ambilkan” lanjut pak Dani sambil masuk ke dalam kandang

“Tidak usah om. Khairul jadi ngerepotin om,” ragu Khairul

“Tidak masalah. Ini om berikan, uang mu simpan saja untuk membeli hadiah lagi ya” kata pak Dani sambil memberikan kambing yang sudah terikat tali sambil menepuk pundak Khairul

“Terima kasih banyak om” ucap Khairul sambil menerima tali pengikat kambingnya serta menyalim tangan pak Dani, “kalau begitu Khairul pulang dulu ya om. Assalamualaikum,”

“Sama-sama, waalaikum assalam. Hati-hati ya,” kata pak Dani sambil mengeraskan suaranya karena Khairul sudah agak jauh.

Khairul pun pulang ke rumah dengan senang hati sambil berdendang dalam hati. 

“Hmm hmmm hmmm. Hehehe aku ingin lihat reaksi nenek waktu aku bawa kambingnya. Hari ini nenek pasti senang, hehehe” kata Khairul dengan sangat gembira sambil memainkan talil kekang kambing, membayangkan Idul Adha bersama neneknya hari ini akan sangat menyenangkan. Karena saking senangnya, Khairul pun secara tidak sengaja merenggangkan pegangannya yang membuat kambing kurbannya kabur.

“Oh tidak. Tunggu” ucap Khairul sambil mengejar kambing miliknya yang kabur. 

Karena terlalu fokus untuk mengejar kambingnya, Khairul pun secara tidak sengaja memasuki hutan. “Dapat!” seru Khairul saat dia berhasil menankap hewan kurban pemberian pak Dani. “Wah, sepertinya aku masuk ke hutan terlalu dalam,”

“Bagaimana? Barangnya bagus-bagus bukan?” secara samar terdengar suara laki-laki.

“Yah, tergantung pelanggan. Kalau pelanggan suka, baru sisanya kau terima” terdengar lagi suara yang samar, tapi bukan dari orang pertama sebab aksen nya berbeda dari desa, begitu pikir Khairul. Karena penasaran, Khairul pun mencoba mengintip sendikit dari balik semak-semak dan melihat dua orang sedang berhadapan, yang satu memunggungi Khairul yang satunya menghadap ke arah orang tersebut.

“Cih, kalian selalu saja begitu. Pasti nanti ada alasan buat mengurangi bayarannya. Lama-lama ku laporkan ke polisi karena perdagangan orang. Apalagi barangnya gadis-gadis desa, pasti hukumannya tinggi,” suara pertama kembali terdengar. Walau agak samar karena sedang malam dan pembicara tersebut memunggunginya, namun Khairul dapat melihat namun agak samar, pakaian orang pertama yang sedang mengancam orang kedua.

“Heh, lebih baik kau beli kaca. Idul Adha bukannya fokus jualan kambing malah jualan gadis,” sambil mendengarkan kata-kata orang kedua tersebut, Khairul sangat mengingat pakaian yang dipakai orang, “jangan-jangan” ucapnya dalam hati.

“Dengar, karena kapal yang dulu itu karam, aku jadi kehilangan uang banyak tahu sampai hutang ku menumpuk! Jualan kambing saja belum nutup bunganya. Apalagi juga harus hidup nanggung bocah pasangan suami-istri itu. Padahal harga dua-duanya kecil,” kembali ucap orang pertama, kali ini dia bersandar di pohon yang ada disampingnya, sehingga Khairul dapat sedikit melihat wajahnya. “Tidak mungkin,” 

“hahaha, salah kau sen…“ Khairul pun tidak lagi mendengarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara pak Dani. Ya, pak Dani, itulah orang yang sama yang telah membantu Khairul, dengan baik hati selalu memberikan ‘hadiah’ untuk dia dan neneknya, serta orang yang sama yang menghadiahkan kambing kurban.

Pikiran Khairul pun menjadi tidak karuan. Lalu ‘kretek’. Suara dahan patah yang diikuti suara kambing mengembek. Sontak, pak Dani dan lawan bicaranya tersentak serta langsung menoleh ke arah semak persembunyian Khairul. Maklum saja, karena dua suara tersebut sangatlah terdengar dekat.

Pak Dani dan laki-laki satunya sama-sama bergerak cepat ke arah semak-semak, dan bertatapan muka lah antara pak Dani, lawan bicaranya yang berwatak keras serta garang, dan Khairul yang masih memegangi kambingnya. Ketiga nya sama-sama membeku.

Khairul pun langsung berlari dengan cepat meninggalkan kambingnya dan berlari mencari jalan keluar dari hutan. Lalu tiba-tiba, ‘jleb’ disertai suara Khairul yang terjatuh.

Sambil mengerang kesakitan dan berusaha memegangi punggungnya yang terasa panas, Khairul merasakan ada benda yang tertancap di punggungnya.

“Wah Khairul, kenapa malam-malam ke hutan? Disini angker loh,” terdengar suara dan nafas pak Dani yang berada di dekat telinga kanannya.

“Dulu ada seorang anak yang tersesat di hutan hingga dia tidak ditemukan lagi keberadaannya,” cerita pak Dani sambil menarik pisau yang ada di punggung remaja tersebut.

Khairul berusaha berteriak, namun tangan kanan pak Dani sudah menutup mulutnya.

“Kau tahu, sangat sulit mencari alasan ke nenekmu soal ayah dan ibumu. Apalagi nenekmu terkenal sangat baik kepada warga desa, dan orang baik harus selalu jadi orang baik dan semua orang harus baik kepada orang baik, walaupun harga kedua orang tuamu tidak seberapa,” Khairul samar-samar mendengar alasan tersebut, energinya habis untuk bernafas sampai terengah-engah.

“Ah sudahlah. Lain kali jangan sembarangan masuk ke hutan ya, Khairul.” ucap pak Dani dengan suara yang lembut, sambil menusukkan pisaunya lagi ke tubuh Khairul.

“Sayang sekali ya Khairul, kau tidak bisa Idul Adha bersama nenek mu,” kata pak Dani yang sudah tidak didengarkan oleh Khairul yang sudah tidak bernafas. “Ah, alasannya apa lagi ya kali ini.” tutup pak Dani.

No comments:

Post a Comment